_ Dunia Baru dan Hal yang Tak
Terduga _
Hampir lima tahun aku maupun
Mekha berjalan sendiri. Diusiaku yang ke 22 tahun ini, bisa dibilang aku sudah
menginjak masa dewasa. Aku sadar betul bahwa harapanku bisa bertemu daddy hanya
sebuah impi belaka. Tapi, aku masih yakin takdir berjalan membawa kejutan.
3 hari lalu, Mekha datang membawa
kabar. Kubaca surat terakhirnya. Ia telah kembali dari Batam. Ia telah sukses
menjalankan bisnis papi-maminya.
---
Untuk Rara tersayang,
Ini
surat terakhir dariku. Kau mau tahu kenapa?. Aku akan pulang dan menikahimu..
seperti syarat yang kau berikan padaku dulu. Kau tahu sayangku.. aku berhasil
mengumpulkan uang! Ayo kita buat anak kembar sebanyak-banyaknya!. Aku sudah
siap menafkahi keluarga kita nanti.
Aku
sungguh merindukanmu. Tunggulah kedatanganku.. sambutlah aku dengan kasih
sempurnamu itu. 12Daisuki da yo!!.
Cintamu, Mekhail.
---
Hari itu adalah hari ini. Mekha
akan datang dan akan menikahiku!. Semua
keluargaku bersiap menyambut kedatangannya bersama kedua orang tuanya.
“Yee.. yang mau dipinang nih!!.
Bikin iri saja deh kau, big sis.!”, Uzik menyenggol-nyenggol lenganku berulang
kali.
“Apaan sih! Seperti anak kecil
saja!!”, gertakku.
Uzik memonyongkan bibirnya.
“Huu~ sifatku kan lebih dewasa
dibanding kamu! Jangan sebut aku seperti anak kecil...”.
Aku mengerti, maksudnya yang
pantas disebut anak kecil itu aku kan!!. Dasar! Aku sudah berubah tahu!. Kami
diam beberapa waktu. Dan akhirnya kembali berbicara lagi.
“Kau tahu big sis., sepertinya
aku belum siap 100% melepasmu dari rumah ini!”, Uzik memulai membuka
pembicaraan ini.
“Kenapa kau bilang begitu.. kau
tak senang melihatku bahagia?. Bukankah sangat mustahil jika terus hidup
bersama selamanya!!”, aku membalasnya.
“Bukan itu maksudku. Aku hanya
merasa tak akan ada lagi hari-hari dimana kita selalu bersama dan membangun
topik diskusi yang aneh-aneh”.
Aku menghampirinya dan duduk
disebelahnya.
“Relakanlah aku.. kita masih bisa
melakukan hobby kita yang aneh itu kok!”.
“Tapi waktu bersama kita akan
berkurang. Tak akan seperti dulu...”, Uzik masih terlihat murung.
“Itu memang benar. Tak akan
mungkin bisa seperti dulu. Seperti yang kukatakan tadi!. Tapi.. aku akan selalu
menyisahkan waktu luang untukmu kok. Aku janji atas namamu!”, mengangkat jari
telunjuk dan jari tengahku.
“Atas namaku??”, ia terlihat
bingung.
Aku mengangguk mengiyakan. Kami
tertawa bersama.
--- ☀☁☂ ---
Aku mengganti pakaianku dengan
gaun ¾ yang ku desain sendiri. Aku
pintar menggambar!! Ingat?. Gaun yang kugunakan terlihat anggun karna warnanya
yang klasik dan cocok dengan warna kulitku. Malam ini kucoba menyambutnya di
depan rumah. Aku keluar. Aku duduk di sebuah kursi yang terbuat dari akar pohon
besar. Belum lama aku duduk di tempat ini.. kulihat sosok bayangan yang makin
lama semakin terlihat besar. Bayangan itu bukan sosok makhluk halus!. Tapi,
sempat aku mengira itu makhluk halus. Itu adalah sosok seorang pria yang
berpostur tinggi besar sedang menghampiriku. Ia berjalan perlahan. Aku mencoba
melihat wajah pria yang sedang menghampiriku itu. Namun sayang, halaman rumahku
sangat gelap. Pohon-pohon besar menjadi
penghalang cahaya lampu menembus sinarnya. Semakin ia mendekat.
Hampir di jarak lima meter aku dapat melihat wajah pria itu. Wajah itu
sangat ku kenal.
“Daddy..”, aku menyebutnya.
Aku lari. Ingin lekas aku memeluknya.
“How’ve you been, dad?”, aku coba menyapanya.
“Just it once?”, ia membalasnya.
“Daddy I miss you.. I miss you so much!!”, aku memeluknya erat. Aku tak mau
ia pergi lagi. Ia hanya diam membiarkan tubuhnya terikat tanganku.
“Rara..”, hanya itu kata yang bisa kudengar keluar dari mulutnya saat ini.
“You think things could change between us someday?”, ia mengucapkan sebuah
kalimat lagi.
Aku mendongak keatas dan sedikit merenggangkan pelukanku.
“With me.. the view never changes”, jawabku lalu memeluknya lagi.
“I get it”, daddy membalasku. Ia membiarkanku terus memeluknya. Aku melepas
rindu.
Tanpa kusadari bang Faris melihatku dari belakang. Ia datang mendekat.
“Hi, child!”, daddy menyapa.
Aku berbalik menghadapnya.
“Bang Faris.. ada apa?”, aku mencoba menyakan keperluannya datang
mencariku.
“Siapa pria yang kau peluk itu, Ra?”, ia balik bertanya kepadaku.
“Bagaimana abang bisa lupa.. dia daddy kita..”, aku mengatakannya.
“What you say! Who’s this jerk? Daddy!?” dengan nada keras bang Faris
mengatakannya. “You’re ass!! A TOTAL ASS!!!”, bang Faris menunjuk nunjuk dada
daddy.
Aku mencoba menghentikan omongan dan tindakan kasar bang Faris kepada
daddy. Sayang aku tak cukup kuat. Bang Faris menghujam kepalan tangannya tepat
ke bagian rahang daddy. Daddy terjatuh. Ia merintih kesakitan. Walau keadaan
tempat ini rada gelap, tapi aku masih bisa melihat luka memar yang ada di
rahang daddy, juga.. sedikit darah yang keluar dari lubang hidungnya dan ujung
bibirnya.
“That’s enough!. Don’t do it!!”, aku berusaha melerai.
Uzik menunjukkan sosoknya. Mungkin karena sedikit mendengar keributan tadi.
Kulihat ia bergegas lari menghampiri kami.
“Hey! Hey!.. chill out, OK!!”, Uzik berusaha memisahkan. Tapi, sepertinya
bang Faris tetap berusaha memukul daddy. “I said chill!!! .... All right?”,
Uzik mecoba melerai lagi, tapi.. kali ini suaranya sedikit agak keras dari yang
sebelumnya.
Bang Faris berbalik memandang Uzik.
“Jerkoff!”, kini Uzik yang menjadi pelampiasan kemarahannya. Bang Faris
mendorongnya, hingga ia terjatuh.
Aku sudah muak. Segera aku berdiri dan menghujam tubuh bang Faris.
Gerakannya terhenti seketika saat melihatku melakukan itu kepadanya.
“Tolong berhentilah... Bukan hanya abang saja yang bisa merasa kesal. Tidak-kah
abang tahu itu!. Tapi aku mohon.. coba pikirkan baik-baik. Dia daddy kita. Dia
juga merasakan hal yang sama. Aku tahu ia pasti punya alasan karna telah
meninggalkan kita. Aku yakin daddy tak bermaksud jahat ataupun tak mau
bertanggung jawab atas kehidupan kita selama ini. Setiap orang pasti pasti
berbuat salah. Kumohon maafkanlah daddy...”, pintaku panjang lebar. Bang Faris
hanya diam membisu. Ia berlalu meninggalkan kami. Sempat aku melihat raut
wajahnya yang terlihat menyesal. Aku paham itu.
--- ☀☁☂ ---
Kejadian tadi adalah hal yang tak bisa diduga. Sempat aku merasa senang
karena daddy datang. Tapi, tak kusangka kedatangannya akan ditolak seperti itu
oleh bang Faris. Aku mengerti sekarang.. cerita itu.. ia mengawasi kami selama
ini. Sekarang ia pergi menghilang lagi..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar