_ Nikahi Aku!!! _
Rahasia
yang kuungkap baru-baru ini adalah...
Angin selalu berbisik setiap hari
ditelinga kiriku.
Semakin kututup dan menyisahkan
sedikit celah kecil untuknya...
Semakin besar ia berusaha
menyampaikan sesuatu.
Ra, aku suka kamu!, itu adalah kata yang hampir membuat jantungku copot.
Kata yang tak kuduga keluar dari mulut Mekha. Sekarang kami sudah kelas XII.
Tetap sekelas pula. Kenapa tak Uzik saja yang sekelas denganku.. kenapa melulu
si Mekha?. Apa ini bisa disebut takdir?. Tapi, tak kusangka ia berani
menyampaikan isi hatinya kepadaku.
“Cinta
adalah penyakit dan perkawinan itu sehat. Sakit dan sehat tak bisa bersatu. Aku
suka yang sehat, jadi nikahi aku!!”, jawabku tanpa pikir panjang. Note: bagi yang belum pengalaman, jangan tiru jawaban ini ya~.
Itu memang prinsipku
dari dulu. Aku selalu membenarkan perkataan orangtua yang selalu ada benarnya, 9ojok
pacaran nek sek durung duwe bondho. Maksudnya biar tak membebani
orangtua. Masa’ kebutuhan materi pacaran harus dibayarin orangtua sih!, itu mah
sudah lewat dari tanggung jawab mereka. Durhaka bagi kalian yang melakukannya!.
^^
“A .. apa!! Nikahin kamu??”, jawabnya rada gugup.
Aku hanya tetap
duduk di bangku-ku sambil melihatnya. Makin lama kuperhatikan, ternyata ia lucu
juga. Dia bisa termakan omonganku juga rupanya. Sepertinya percakapan ini akan
menjadi percakapan yang panjang. Ah!! Ini juga merupakan topik-kan?.
“Ya.. nikahin aku.
Ada masalah?”, jawabku semakin jahil.
“Ya, masalah-lah.
Kita-kan masih SMA. Masa’ mau nikah sih?!”, katanya semakin gelagapan tak
karuan.
“Ya tunggu sampai
lulus. Kurang setahun-kan kita lulusnya?”.
“Tapi-kan aku
belum sempat kerja buat nafkahin kamu nantinya...”.
“Ya, tunggu sampai
dapat kerja”.
“Kalau aku gak
dapat-dapat kerja trus nganggur, aku jadi gak bisa nikahin kamu dong!”,
sahutnya polos.
“A?”, tanyaku
singkat, terhenti.
Dia benar-benar mau nikahin aku ya?,
batinku. Kupikir ajakan yang kutawarkan padanya hanya dianggapnya guyonan saja. Rupanya dugaanku salah, ia
menganggap ini sebuah tantangan untuk mendapatkan perasaanku. Walah-walah...
kok jadi gini?. Cukup lama kami diam berpandangan. Kulihat bola matanya yang
seolah menunggu jawaban. Aku bingung dengan apa yang akan aku lakukan.
Lama
ia berdiri didepanku. Tak bergeser sedikitpun. Tiba-tiba bel pelajaran ke 7-8
berseru. Wah, aku diselamatkan bel ini. Aku menunduk. Mekha berlalu menuju
tempat duduknya. Tempat duduknya tetap dibelakangku. Waktu pelajaran, kami diam
seolah tak terjadi apa-apa.
--- ☀☁☂ ---
Waktu
berhujung juga. Kini tiba saatnya kami pulang. Kurapikan semua buku yang ada di
meja. Tak terasa teman-teman sekelas sudah lenyap dalam sekejap. Cepat sekali
mereka.. jika mendengar bel istirahat dan bel pulang pasti cepat-cepatan! Tapi
kalau bel istirahat usai, di lemotin jalannya. Tingkat keniatan mereka perlu
dipertanyakan sebagai seoarang pelajar!. DASAR!!.
Kutengok
arah belakang, tempat Mekha duduk. Tak ada. Untunglah, jadi aku tak perlu
memikirkan jawaban untuknya terlalu cepat. Selesai berbenah, aku pun hendak keluar
kelas. Malas rasanya setiap hari membawa benda-benda berat seperti ini. Yah..
tapi inilah tuntutan seorang pelajar. Dengan perlahan kuberjalan mengikuti tiap
kotak-lantai kelas. Sambil menghilangkan rasa bosan karena pelajaran yang
menikam setiap detik tenaga di otak dan tangan. Mengalunkan lagu Big Bang yang
berjudul `Bad boy`, bisa dibilang
obat yang aku butuhkan saat ini.
Geunal bameun
naega neomu sibhaesseo, niga jinjjaro tteonagal juleun mollasseo..
Naega mianhae i mal hanmadi eoryeowoseo, urin kkeutkka ji ga na seonggyaki deoreowoso..
Naega mianhae i mal hanmadi eoryeowoseo, urin kkeutkka ji ga na seonggyaki deoreowoso..
Maldo an
dwineun illo datugireul haruyedo susip beon
Neon ulmyeonseo ttwichyeonaga nan juwireul duriban,
Dasi dol-a-o-getji naeilimyeon, bunmyeong meonjeo yeonraki ogetji ichimimyeon,
Neon ulmyeonseo ttwichyeonaga nan juwireul duriban,
Dasi dol-a-o-getji naeilimyeon, bunmyeong meonjeo yeonraki ogetji ichimimyeon,
Baby nan mothae, neomuna mothae, dwaeseo deo jalhae,
jugosipeunde, jal andwae
Every day and night I’m so mean, cause I’m so real, I’m sorry (but I can’t change)
Every day and night I’m so mean, cause I’m so real, I’m sorry (but I can’t change)
Niga
saranghaneun naneun sorry I’m a bad boy,
Geurae charari tteona jal gayo you’re a good girl,
Sigani galsurok ,nal almyeoneun alsugok, silmangman namatgetjiman,
Geurae charari tteona jal gayo you’re a good girl,
Sigani galsurok ,nal almyeoneun alsugok, silmangman namatgetjiman,
Baby don’t leave me, I know you still love me,
Wae geurae soljikhi, na malhae niga pi-lyo, hae my lay lay lay lay lady my lay lay lay lay lady
Wae geurae soljikhi, na malhae niga pi-lyo, hae my lay lay lay lay lady my lay lay lay lay lady
--- ☀☁☂ ---
Sejenak
langkahku terhenti. Pandanganku terpusat pada suatu obyek yang sedikit tak
asing bagiku. Sepasang sepatu. Aku
yang sedang menundukkan kepala karena kurang kerjaan menghitung ubin diselingi
mengalunkan lagu Big Bang tadi, kini sedikit demi sedikit mendongak keatas.
Kulihat tubuh jakung sempurna yang tak lain adalah Mekha.
“Kau...
menungguku?”, tanyaku menduga-duga.
Rautnya
terlihat bingung saat ku tanyakan itu padanya. Karakternya seperti berubah 180o
dari yang pernah kukenal dulu. Seorang Mekha yang terkenal tenang dan dingin,
kini sedang dilanda perasaan gelisah. Kurasa tak hanya dia yang sedang gugup
sekarang. Aku disini-pun begitu. Maklumlah.. seorang amatir cinta seperti aku
ini mana bisa bertindak sewajarnya. Berlagak sok pengalaman adalah tindakan
yang harus kulakukan saat ini.
Lama ia tak
menjawab pertanyaan yang ku lontarkan kepadanya. Sementara itu, aku coba mencari
bahan omongan agar tak sepi melompong.
“Mekh.. apa kau
butuh jawaban itu sekarang?. Apa karena itu kau menunggu?”, tanyaku
terang-terangan.
Ia menunduk
sambil melintir-lintir kedua tali tas ranselnya.
“Kau kenapa?”, kataku
sambil sedikit menahan tawa melihat aksi konyolnya melintiri tali tas. Ia
memandangku.
“Kau anggap aku
apa?”. Kini wajahnya mendadak menjadi serius. Tak kusangka ekspresinya akan
cepat berubah seperti itu. “Jujur.. aku memang membutuhkan jawaban itu
sekarang. Kau tahu, Ra? Aku tak suka menunggu. Itu membuatku merasa tak
nyaman”, Mekha meneruskan kata-katanya.
Aku semakin
merasa aneh. Jujur, aku-pun tak suka momen-momen seperti ini. Suasana canggung
yang tercipta.. ah!! Apalah itu!. Itu semua membuatku sulit mengatur nafas. Tapi.. sejak kapan dia panggil aku Ra?.
Bukankah selama ini dia selalu memanggilku dengan julukan yang ia buat
sendiri.. `Mor-Bot`!?.
Kuberanikan
diri memberinya sebuah jawaban, “10Watashi mo.. suki desu!”. Dahinya
mengkerut, menandakan rasa bingung yang berlebih.
“....Mmm..
maaf, kamu ngomong apa sih, Ra?. Gak semua kata dalam bahasa Jepang bisa aku
mengerti loh!. Kau tahu sendiri, nilai bahasa Jepangku pas-pasan”, balasnya.
Wajah seriusnya semakin memudar. Aku sempat merasa lega. Kutarik nafas
dalam-dalam dan perlahan membuangnya. Aku maju tiga langkah. Kini aku berada
tepat didepan tubuhnya. Kuangkat wajahku keatas lalu memandang matanya secara
mendalam. 1 detik.. 3 detik.. 6 detik..
7detik.. GETS!!, wajahnya mulai memerah. Aku cukup agresif juga rupanya, batinku dalam hati. Perlahan
wajahku semakin mendekati wajahnya. Mata Mekha rada terbelalak lebar saat ku
coba mendekati wajahnya.
“Apa yang mau
kau lakukan, Ra?”, Mekha menggaruk-garuk kepalanya sambil memasang senyum aneh.
Sepertinya ia
salah sangka. Sebenarnya, aku hanya ingin memberi sebuah jawaban yang
ditunggu-tunggunya itu.
“Aku juga.. suka kamu”, bisikku.
Aku mundur
beberapa langkah ke tempat asal. Mekha terlihat kaku, seperti tak menyangka
bahwa itu memang terjadi. “Tapi, kita tak bisa pacaran dulu..”, terusku. Mekha
sentak kaget mendengar perkataanku barusan.
“Kenapa?”,
tanyanya masih bingung.
Segera kujelaskan
alasanku mengatakan itu.
“Pacaran-kan
penyakit. Lebih baik nikahin aku saja langsung!, ahaha... just kiddin’ with ya.
Ngmm.. gini, kita kan sekarang sudah kelas-3, sebentar lagi pasti banyak bimbel buat persiapan ujian mendatang.
Lebih baik kita fokuskan dulu semua pada hal yang berbau materi pelajaran. Kalau
hal-hal yang seperti itu-kan bisa ditunda dulu!”, jelasku panjang lebar. Dan
sekali lagi, ia hanya memandangku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar