_ Boy Friend _
Sepertinya pertemuan ini sudah takdir,
bahkan pembicaraan kami bisa mengalir lancar...
--- ☀☁☂ ---
Kilau
emas cahaya matahari sore yang serasa menusuk mata, membuat gerak reflekku
bekerja sempurna. Kuangkat tangan kananku. Menempatkan punggung telapak tangan,
agar bisa menghalangi cahaya masuk ke mata adalah tindakan yang kuanggap tepat.
Aku mengajaknya pindah posisi. Itu semua kulakukan agar kedua mataku tak menyerngit
sipit ketika sinar itu menghujamku untuk kedua kalinya.
Masih
berada di sekitar halaman depan kelas. Meskipun ini sudah bisa dianggap sebagai
bahan omongan yang lumayan memakan waktu.. tapi, aku masih merasakan suasana
canggung yang terus menyelubungi kami. Seorang amatir cinta tetaplah amatir.
Aku tak bisa membohongi diri lagi. Rasanya aku ingin cepat kabur dan mencari
tempat yang sepi dipojokan. Keringat dingin perlahan menetes-netes memenuhi
dahiku. Ujung poniku menjadi lepek. Setetes keringat memaksa keluar dari poni
yang menahannya. Beberapa detik setelah itu, keringat itu akhirnya meluncur
cepat melewati bagian atas hidungku. Mekha memandangku tajam, aku pun
membalasnya.
“Ada apa?”, tanyaku.
“Kita pulang
bareng lagi yuk!!”, ajaknya.
Mungkin ia
sadar, aku mulai merasa tak nyaman disini. Lagi pula ini memang waktunya
pulang. Tak pantas juga berdua-duaan di sekolah terlalu lama. Ini di Indonesia!
Bukan di Jepang yang murid SMA-nya biasa pulang malam. Jangankan pulang malam..
pulang hampir waktu maghrib saja, tubuh berbalut seragam ini serasa dilihat berpuluh-pasang
mata yang mencekam.
--- ☀☁☂ ---
Di malam yang hening ini,
aku duduk bersandar di belakang pintu kamar. Sementara itu, kupandang lurus
keluar jendela dan melihat awan kelam yang tipis melewati sang bulan.
“Bulan purnama ya?”, kataku lirih.
Hal yang sering aku lakukan saat bulan purnama
menunjukkan sosok menawannya adalah.. memandanginya secara jeli. Itu yang
sering aku lakukan bersama Uzik saat masih kecil. Berimajinasi.. seperti
melihat sesosok perempuan bergaun anggun sedang mengajar beberapa anak kecil.
Sempat lamunanku terbuyar
seketika saat aku mengingat kejadian tadi sore. Tak kusangka, dia benar-benar
bocah lelaki yang mengagumkan. Memiliki perpaduan antara karakter yang
misterius dan karakter yang sulit aku jelaskan. Aku tak habis pikir.. apakah
semua lelaki memiliki wajah yang berubah-ubah begitu?. Tanyaku semakin menjadi-jadi.
Terlebih lagi aku adalah seseorang yang selalu penasaran dengan segala sesuatu
yang belum aku ketahui secara pasti.
“Oh Tuhan...
benarkah ini memang terjadi? Benarkah harus secepat ini?”, aku
mengatakannya dengan nada yang rendah agar tak terdengar siapapun.
Baru kali ini aku merasa gelisah yang teramat sangat
karena terus memikirkan Mekha. Kenapa
cinta bisa serumit ini? Apa yang namanya cinta harus melulu memikirkan sang
pujaan hati?. Berfikir seperti itu saja, aku sudah merasa pusing ratusan keliling. Apakah tindakan menjadikan Mekha sebagai pacar adalah hal
yang tepat kulakukan saat ini?. Meskipun aku masih memegang prinsip konyol
itu?!.
Aku hanya seorang remaja
yang labil...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar