Powered By Blogger

Senin, 11 Februari 2013

Sutoori ストーリ_BAB 2_ Praba Agni Rizka Pradiptha


_ SeperDua Hari _
( Bagian 1 )

          Hari tlah berhujung sore. Kini saatnya untukku kembali ke rumah. Tubuhku terasa lemas dan lunglai jika mengingat aku tak memakan apapun hari ini. Aku berjalan tertunduk-tunduk. Tak kuat rasanya menahan berat tubuh dan berat buku yang kubawa ini. Disisi lain mekha melihatku dari arah belakang. Selalu saja dari belakang!. Mungkin itu juga yang menjadi ciri khasnya. Dia berjalan menuntun sepedanya mendahului langkah kecilku. Sekilas aku melihatnya mendahuluiku, kemudian aku menunduk lagi dan melanjutkan jalanku.
“Mau sampai mana kau jalan terus?! Nanti malah nabrak pagar.. baru tau rasa!”, kata Mekha membubarkan lamunanku saat berjalan. “Mau bareng gak? Ku bonceng sini!”, ajaknya.
“Hah??”, ucapannya rada tak jelas ditelingaku.
“Mau gak?”, tanya-nya sekali lagi sambil menunjuk-nunjuk tempat boncengan.
“Oh~”, balasku sambil berjalan menuju dirinya dan sepedanya. Tentu saja aku tak menyia-nyiakan ajakannya. Kenapa?. Karna yang aku pikirkan sekarang adalah cepat sampai rumah, lalu tidur!!. Aku tak mau membuang-buang waktu hanya untuk menunggu lama, hingga bang Faris datang menjemputku dan Uzik. Uzik.. maaf ya.. kakak tersayang-mu ini pulang duluan...
          Perjalanan pulang ini, semakin membuatku mengantuk. Bagaimana tidak? Jalanan yang ditumbuhi pohon-pohon rindang, angin lembut yang berhembus sepoi-sepoi, serta bunyi sepeda Mekha yang berjalan pelan menjadi faktor bertambahnya rasa kantukku. Alhasil akupun terlelap. Lucunya, aku tetap bisa menjaga keseimbangan tubuh hanya dengan berpegang pada tas ransel Mekha.
          Waktu berjalan mengiringi mimpiku yang damai hingga sampai di rumah. Terdengar suara gayuhan pedal sepedanya yang hampir samar. Kemudian diselingi susulan rem yang memberhentikan dua roda sepeda kesayangannya itu. Sepeda Mekha berhenti. Aku merasakannya. Ku buka mata perlahan, kemudian mencoba turun dengan mata setengah terbuka.
“..........4Mekh-san, arigatoooooooo~. ...HOAAHMM~”, kata ku tak karuan saking ngantuknya.
“Ya sudah. Tidur dulu sana!”, balasnya.
          Aku berjalan dengan sedikit kesadaran yang tersisa menyusuri pohon dan semak-semak yang tumbuh di depan pagar rumahku.
“Hei! Hati-hati nabrak pagar Mor-Bot!!”, bentak Mekha. Tak kuhiraukan. Tetap saja aku jalan pontang-panting kesana-kemari. Aku tak bisa mengendalikan tubuh yang lelah ini. Dimana kasurku~ dimana kasurku~, igauku berulang-ulang seperti orang gila. Tak beberapa lama, akhirnya aku tiba juga di depan pintu samping rumah. Pintu ini menghubungkan antara kamar tamu dan kamarku.
5Tadaima~”, sapaku untuk seluruh penghuni rumah.
“Eh? Kamu ngomong apa sih kak?”, tanya bunda yang sedang bingung dengan kata yang barusan aku ucapkan. Maklumlah, bunda orang jawa tulen. Paling nggak bunda hanya bisa bahasa daerah, bahasa nasional, dan bahasa internasional. Intinya ke-3 bahasa itu yang wajib ia tahu. Itu saja!.
“Eh! Ada bunda ya.. tumben?. Aaa? Ya itu-lah bun~”, jawabku sambil mencium tangan bunda.
“Kamu lagi error ya kak?”, tanya bunda sekali lagi.
“Aa~ Cuma sedikit oleng bun?”, sambil kupegang dan kutepuk kecil kedua pipiku.
“Tuh kan.. kamu lagi error. Sudah! Makan dulu sana!! Ada semur ayam spesial tuh!”, perintah bunda, meniru logat salah satu iklan mie yang sering muncul di TV.
“Ehehe.. Rara tidur saja bun”, sambil berjalan tak karuan menuju kamar.
          Berjam-jam aku tidur. Tidur kali ini tak diikuti oleh mimpi apapun. Terasa begitu cepat. Tapi, ada rasa lega saat aku bangun. Suara detik jam terdengar jelas di kamarku yang sepi. Sebenarnya aku sudah bangun, tapi enggan untuk membuka mata. Kupandangi langit-langit kamar sembari mengumpulkan sebagian rohku yang masih asyik jalan-jalan di dunia mimpi. Beberapa detik setelah semua rohku telah lengkap menyatu ke satu raga ini, segera-ku mengangkat tubuh dan mencoba bergerak turun dari ranjang. Ku berjalan menghampiri sebuah meja belajar dan mengambil I-Pod putih kesayanganku. Kupasang Ear Phone berukuran mini di kedua telingaku. Kucoba memilih beberapa daftar lagu dari penyanyi kesayanganku, BIG BANG. Kuputar lagu berjudul ‘High High’ oleh G-Dragon dan T.O.P.
So so sorichyo araso mosyo
T.O.P class and Mr.G in the the club in ma b-boys’s dance
Jinjja nol jul aneun do jedero tojin gam sok
Everybody make it move make it move ttenggyojwo

Sonkkoma gidaridon Freedom jongwonchogwa
Deusen youdeulman-ye ssireum ilbon ilchoga
Noege yongwoneul yaksokhe hey come on and make some noise
Nan i bameui detongryong naye sonyo yo fly!
High high I’m so high
High high up in the sky
High high I’m so high
Fly fly touch the sky
Ha ha ha ha ha say la la la la la
Ha ha ha ha ha, aiiiiiiiite!!
Ku nyanyikan dengan semangat. Alunan lagu itu benar-benar mampu membuat mataku terasa segar. Aku memang sangat menyukai BIG BANG sejak tahun 2009 lalu. BIG BANG bisa menjadi salah satu obat rutin harianku. Setidaknya sehari aku harus bisa mendengarkan minimal 7 lagu karya BIG BANG. Seperti minum obat saja!. Tapi, seenggaknya itu gak bisa bikin aku over dosis walau berlebihan penggunaan!. A.
PLUKK!. Sebuah buntalan kertas berisi batu kecil mengenai hidungku. Kuambil, kubuka, dan kubaca isinya. `Look at the window! Now!!`. “Siapa sih! Iseng banget. Pakai trik kuno ngelempar-lempar kertas lagi...”, gumamku. Dengan segera ku buka I-Pod ku dan menengok ke arah jendela. Kulihat wajah Abang yang sedang tertawa terbahak-bahak. Sepertinya dia terlihat puas setelah melihat mimik wajah bingungku.
“Ada apa!”, tanyaku sedikit jengkel.
“Cepat mandi gih! Gadis kok bangun petang gini~”, sahut bang Faris.
“Ck!”, berusaha merapikan rambut pendekku.
            “Dik”                                                       
“Apa?”
“Kamu gak ngerasa malu ya?”
“Malu gara-gara apa?”
“Kamu gak nyadar ya?”
“Hah?”, sambil ku kerutkan keningku.
Hah?. Cuma itu jawabanmu?”
“Ah!!! Sudah deh bang. Gak perlu basa-basi lagi!. Langsung saja. Ribet tahu!”
“Ck! Esmosian banget sih kamu. Gak malu apa kalau dilihat si Mekha? Apalagi kamu belum mandi”.
“Hah?”, bingungku sekali lagi.
“Yosh, Mor-Bot!”, sapa Mekha yang muncul dari balik tubuh bang Faris.
          GAPS!!. Wajahku memerah, panas-dingin. Rasanya, seluruh darahku berlari mengalir ke seluruh ruang di bagian kepala. Dengan segera, aku lompat dari ranjang dan berlari menuju jendela. Ku geser horden yang membentang di jendela kamarku.
“Ada perlu apa? Kalau penting, masuk dan tunggu sebentar lagi. Kalau nggak penting pulang saja!”, seruku dengan suara lantang.
Jantungku berdegup tak karuan. Nafasku terengah-engah. Kakiku lemas karena gemetaran. Terdengar suara kikikan mereka berdua. Rupa-rupanya mereka memang sedang bersekongkol. Wah gak betul nih!, pikirku sambil geleng-geleng kepala. Tapi.. kenapa spontanitasku berlebihan begini ketika melihat Mekha?. Apa aku memang gadis remaja yang aneh?. (O.o);
                            --- ☀☁☂ ---
          Langit malam tanpa bintang, terlihat luas dan kosong. Seperti kepala tanpa otak. Huh.. sama seperti keadaanku saat ini. Aku tak dapat berfikir jernih sekarang.
“Kenapa Mekha bisa datang kesini?. Ada perlu apa dia?”, tanyaku berulang-ulang pada diri sendiri. Segera aku membersihkan diri. Tunggulah aku! Aku akan segera kembali lalu mengintrogasimu!!. Bersiaplah!.
          Kukenakan pakaian tidur malamku – berdandan – dan tentunya tak lupa menggunakan parfume anak-anak aroma apple kesukaanku. Setelah kegiatan membenah diri tlah usai, kini waktunya menghampiri si Mekha dan menanyakan tentang maksudnya datang kerumahku. Saat keluar dari kamar, ku jumpai sosok Mekha dan bang Faris yang sedang asyik menonton film Avenger.
“Hei, sini! Kita nonton bareng yuk!”, ajak Mekha.
Iih..! siapa dia? Lagaknya.. kayak yang punya rumah saja!!, gumamku dalam hati. Kucoba dekati mereka berdua dan sekedar basa-basi.
“Nonton apa bang?”, tanyaku pura-pura tak tahu.
“Nih, lagi nonton Avenger. Belum nontonkan kamunya?. Sudah duduk aja! Kita nonton bareng-bareng.”
“Gak ah! Apa enaknya sih nonton CD bajakan.. gak aku banget gitu!”.
“Yee.. anak ini njengkelin ya bang”, sabet si Mekha.
“Apaan kamu ikut-ikutan!! Lagian ngapain kamu kerumahku malam-malam gini? Pakai acara bawa tas ransel gedhe lagi!”, omelku sambil memonyongkan bibir.
“Yee.. apaan tuh! Pake monyongin bibir segala. JELEK!!”, kata Mekha mencoba menggoda kesabaranku.
          Seketika mukaku mengkerut-kerut seperti nenek kesemek di komik serial Pudding in Love. “Arggh!!! Dasar bodoh! Ngapain sih aku bertindak seperti itu!!”, sebalku pada diri sendiri. “Kenapa aku terlihat seperti orang yang sedang mencari musuh?!. Padahalkan...” (Pemutusan adegan. Terlalu banyak tanya dan penyesalan di adegan ini).
--- ☀☁☂ ---
          Malam ini tak urung menjadi malam yang lengkap dengan pikiran. Rasanya sesak sekali. “Sebenarnya aku ini kenapa?”, sambil terus berjalan meninggalkan mereka berdua. Aku pergi keluar menuju halaman belakang rumah, dan duduk pada papan ayunan yang terbuat dari kayu. Ayunan ini selalu mengingatkanku pada daddy. Sekarang daddy sudah tak ada... meskipun begitu sulit sekali melupakannya.
“Haah~~ kisah orang dewasa itu memang sulit dipahami!. Lebih mudah membayangkan hal-hal yang aneh, malah”.
“Yo, big sis.!!”, sapa Uzik yang tiba-tiba muncul dari belakangku. Aku malas menggubrisnya. Entah apa yang merasukiku saat ini. Yang kulakukan hanya terus memandangi langit berkabut, sambil mendengar suara rantai besi ayunan usang ini bersahut-sahutan. Tapi.. kasihan juga kalau aku terus melantarkan adik kembarku sendiri. Jangan sampai dia juga jadi kacang kering karna aku kacangin. Cukup aku saja yang jadi kesemek kering malam ini.
“Kau... ada apa?”, aku menghampiri mukanya hingga mencapai sejengkal tangan.
Wajah Uzik terlihat bingung.
“Justru akulah yang harus bertanya seperti itu kepadamu!. Kau mikirin daddy yang tak bertanggung jawab itu lagi!?”
Kata-kata yang keluar dari mulutnya barusan, membuatku terkejut. Tebakannya hampir benar. Apa karena aku dan dia anak kembar? Sehingga dapat merasakan dan memiliki insting yang sama?.
“Jangan ngomong gitu ah!. Biar bagaimanapun dia itu daddy kita. Kalau gak ada daddy, kita gak bakal tercipta!”.
“Daddy apaan!!!. Menurutku jabatan seorang daddy tak cocok disandangnya!. Seorang daddy itu tak mungkin lari dan melepaskan tanggung jawabnya. Apa orang seperti itu yang kau sebut sebagai DADDY!. Orang yang telah melantarkan Bunda, bang Faris, dan kita sebagai anak-anaknya!?”.
Sentak mukaku terasa panas. Air mata tak kuasa meleleh seperti keju panas. Tak kusangka... meskipun aku dan Uzik anak kembar, tapi ini adalah satu-satunya pemikiran yang bertolak belakang. Aku baru sadar, meskipun jabatanku sebagai seorang kakak kembar, ternyata sifatku masih berada jauh dibawah Uzik.
“Eh! Eh! Eh! Kok nangis sih?. Sudah, diam dooong~. Maafin aku...maafin aku...”.
Uzik mencoba menenangkanku dengan menepuk-nepuk kedua pipiku. Sesekali ia juga mengusap air mataku yang melumer-lumer tak henti. Aku yang lama tak pernah menangis, tak tahu harus berbuat apa agar aku bisa diam seperti semula. Maklumlah, aku bukan karakter anak yang mudah sekali menangis tanpa sebab yang mendalam. Tanpa pikir panjang, kuikuti saja gerak tubuhku. Aku beranjak dari ayunan dan melompat sedikit untuk meraih tubuh Uzik. Ku peluk ia dan menangis sejadi-jadinya.
Sambil mendekapnya ku coba bisikan sebuah tanya..
“(mengelap sisa ingus di pakaian bagian pundak si Uzik). Zik~ jika mungkin daddy kembali dan tahu kalau kita bisa hidup mewah tercukupi seperti sekarang ini, apa kita bisa menerimanya kembali?”.
“........... Entahlah~ kita lihat saja”.
          Butuh waktu yang cukup lama hingga aku bisa diam dan tak menangis lagi. Uzik mengeluhkan kakinya yang kesemutan karna terlalu lama berdiri dan sedikit gerak. Itu semua terjadi karena ia mau menerima dan menompang tubuhku. Aku lega karena bisa tertawa lagi. Tanpa Uzik, apa yang bisa aku lakukan?.
“Aku masuk ya, big sis.!. Aku kebelet pipis nih~ Habisnya diluar dingin sih!”.
“Ya,sudah. Pipis sana gih!”.
Aku senyum-senyum sendiri melihat tingkah konyolnya barusan.
          Akupun merasa demikian. Diluar dingin. Tapi, aku ingin sedikit lebih lama stay disini. Aku ingin mengeringkan sisa-sisa air mata yang belum cukup sempurna kering. Kembali aku duduk pada ayunan. Kucoba mengayun-ayunkan laju ayunan agar sedikit lebih cepat. NGIIK~NGIIIKK~ suara ini membuat bulu kudukku berdiri. Ditambah suasana seram yang mendukung : Langit gelap tanpa bintang dan cahaya bulan – kabut malam yang semakin menebal – angin yang terus mendesah keseringan – suara jangkrik yang lenyap – ditambah suara NGIIK-an ayunan. Huwaah!! Lengkap sudah!. Aku lekas lari terbirit-birit menuju dalam rumah. Sungguh... malam yang berturut-turut menggodaku.
                                                                                                







Tidak ada komentar:

Posting Komentar