_ Tonigh _
Tok..tok..tok.., suara ketukan pintu kamar yang menggetarkan tubuhku. Ku
dengar suara Uzik yang meminta izin ingin masuk agar bisa menjumpaiku. Kugeser
pintu kamarku. Sebuah pintu kayu yang ku desain seperti pintu geser ala Jepang.
Ya, aku memang menyukai segala hal yang berbau Jepang.
“Ada apa?”, tanyaku kepadanya, saat ia mencoba masuk
melewati pintu geser kamarku.
“Nothin’, aku hanya merasa nyaman saat berada dikamarmu. Lagi
pula, aku juga bingung mau ngapain malam ini”, jawabnya sambil merebahkan
tubuhnya diranjangku.
Segera aku menghampirinya.
“Kita nyanyi yuk!!”, dengan suara dan ekspresi yang
netral aku mengajaknya.
Uzik menatapku.
“Good Idea! Let’s make some noise!”, jawabnya girang diselingi
senyum yang merekah.
Segera ia bangkit dari ranjang.
“Eh! Kita karaoke-an di ruang atas saja ya, big sis.!. Takutnya
kita malah ganggu bunda lagi...”, ajaknya sambil menggeret tanganku keluar
kamar.
Aku mengikutinya.
--- ☀☁☂ ---
Semua sudah kami siapkan.
Beberapa camilan dan dua kaleng minuman bersoda. Segera kami tutup pintu
ruangan karaoke. Benar saja, rumah kami memang rada mewah. Kami sekeluarga
selalu mendesain sendiri segala hal yang ada di rumah ini agar lebih nyaman
untuk dihuni. Rumah ini menyimpan banyak sejarah yang takkan semudah itu
kulupakan.
“OK.. today... mau lagu
apa?”, sambil memilih CD di album, Uzik menanyaiku.
“BIG BANG!!”, jawabku cepat-singkat.
Tangannya berhenti memilah-milah CD. Ia berbalik
menghadapku. Senyum ringan lalu keluar dari mulutnya.
“BIG BANG yang mana?”, tanyanya sekali lagi.
Aku diam untuk berfikir, mungkin ballad enak juga.
“Itu saja!! Lagunya Tae Yang yang `Only look at me`”, lanjutku.
Uzik menganggukan kepala, beberapa saat setelah itu ia
mencoba mencari di deret daftar lagu. Aku berdiri, bersiap melakukan aksi
ballad ala Tae Yang. Piip!! Lagu diputar...
...
Naega baram
pyeodo neoneun jeoldae pijima baby
Naneun neoreul ijeodo neon nareul itjima lady
Gakkeum naega yeollagi eopgo sureul masyeodo
Hoksi naega dareun eotteon yeojawa
Jamsi nuneul matchwodo neon naman barabwa
Naneun neoreul ijeodo neon nareul itjima lady
Gakkeum naega yeollagi eopgo sureul masyeodo
Hoksi naega dareun eotteon yeojawa
Jamsi nuneul matchwodo neon naman barabwa
Naega
igijeogiran geol nan neomu jal ara
Nan maeil muuimihan sigan soge
Ireoke deoreophyeojijiman baby
Neomaneun eonjena sunsuhage namgil barae
Ige nae jinsimingeol neol hyanghan mideumingeol
Jugeo .....................................
Nan maeil muuimihan sigan soge
Ireoke deoreophyeojijiman baby
Neomaneun eonjena sunsuhage namgil barae
Ige nae jinsimingeol neol hyanghan mideumingeol
Jugeo .....................................
---
Belum sempat lagu ini selesai
kunyanyikan, seluruh ruangan berubah menjadi gelap. Mati lampu!!. Aku berjalan perlahan,
meraba-raba benda di sekitarku. Aku duduk, kusandarkan tubuhku pada punggung
sofa.
“Zik, cepat cari yang menyala-nyala!”.
“Hah!! Apa!!!”, teriaknya dengan suara lantang.
“Cari yang menyala-nyala!!”, ulangku sekali lagi padanya.
Aku sempat merasakan getaran kecil di lantai. Aku tahu, mungkin Uzik sedang
mencari benda yang aku maksud. Cteekkk, sebuah cahaya terang menikam tepat di
depan mukaku.
“Jauhkan!!”, sentak aku menyerngitkan mata. Uzik lekas menyingkirkan benda
itu. Perlahan aku membiasakan mataku agar bisa berbaur dengan keadaan sekitar.
“Benda apa yang kau temukan?”, tanyaku kepadanya. Pandanganku masih
berkunang-kunang. Beberapa kali kucoba kedipkan mata.
“Ini.. lampu cash”, sambil menunjuk-nunjuk benda itu.
Dalam sekejap ruangan karaoke ini berubah menjadi suasana yang klasik.
Lampu yang tak begitu terang membuat suasana serasa tenang. Kami berdua
menghela nafas secara bersamaan. Duduk berselonjor diatas karpet secara
bersamaan pula. Kami diam berpandangan.
“Apa yang kita lakukan sekarang?”,
Uzik mencoba mencari kegiatan baru.
Wajahnya nampak seperti orang yang sedang berpikir keras. Sekali lagi
kulihat ia menarik nafas dalam-dalam dan melepaskanya.
“Sepi ya?!”, dengan sedikit menidurkan kepala ke sofa aku mengajaknya
bicara.
Ia menoleh kearahku.
“Ingin diskusi?”, ajakku dan membalas pandangannya. Ia mengangguk lalu
sedikit mendekat ke arahkku.
“Topiknya apa?”, duduknya berubah tegak mengadapku.
“Jerawat!”, jawabku singkat.
“You sure are weird!. Ini topik teraneh, tersingkat, yang pernah kudengar”,
sahutnya panjang lebar. Hanya senyum yang bisa kuberikan.
“Kau tahu, Zik... aku baru saja menemukan ungkapan yang menakjubkan. Itu
baru terpikir dan muncul secara tiba-tiba beberapa hari lalu. Aku yakin kau
pasti akan terkejut!”.
“Apa itu?”, rautnya menunjukkan wajah bingung.
“Beats me!”, tantangku.
“Aku tak tahu”, jawabnya singkat.
“Pipi tanpa jerawat, bagai langit
tanpa bintang. Bukankah menakjubkan?”.
“Don’t take it personally! But, I think it’s so freakish!!.
Unbelievable...”, Uzik menggeleng-gelengkan kepala.
“Hold it!! Bukankah masuk akal?. Remaja tanpa jerawat.. menurutku malah
terlihat lebih aneh!. Mereka akan terlihat seperti orang dewasa”, sanggahku.
“Kau ada benarnya juga.. tapi, menurutku tak semua remaja”.
“Maksudmu?”.
“Hanya remaja putra saja yang pantas menerima ungkapan buatanmu itu..”.
“Kenapa remaja putri tidak?”.
“Seorang remaja putri harusnya lebih bisa menjaga kesehatan kulitnya.. tak
pantas saja bila pipi mereka ditubuhi jerawat yang kau anggap bintang itu!.
Beda halnya dengan remaja putra.. seorang lelaki sejarahnya seperti dituntut
agar melakukan aktifitas yang berlebih. Kalau gak berjerawat namanya bukan
lelaki!!”.
“Lalu kenapa jerawat yang ada di pipimu jarang kujumpai? Berarti, adik
kembarku ini setengah lelaki?!”, aku menggodanya.
“Don’t diss the handsome man!. Ini adalah bukti bahwa aku menjaga tampang
kerenku!”, balasnya tak mau kalah.
Kami berdua tertawa sejadi-jadinya. Kata
yang keluar dari mulut Uzik adalah kata super 11PD yang belum pernah
kudengar sebelumya. Hanya dengan tertawa seperti itu saja.. aku sudah merasa
lelah. Kupandang beberapa makanan ringan
yang tak tersentuh sama sekali dari tadi. Aku memilih snack rasa rumput laut.
Kubuka dan kumakan beberapa biji sekaligus. Uzik melihatku.
“Kau kelaparan big sis.?.
Aku berhenti mengunyah, kutatap Uzik beberapa detik, lalu memalingkan wajah
dan meneruskan mengunyah lagi. Ia tertawa terkekeh. Aku mengunyah makanan
sambil membalas tawanya dengan tawa kecil. Uzik membuka tutup dua kaleng soda
yang kubawa tadi. Cresssh.. buih soda keluar membasahi tangan Uzik. Aroma soda rasa
strawberry ini begitu manis. Uzik menyodorkan satu kaleng untukku.
“Come on.. get your drinks up!”, ajaknya.
“Lagakmu~ Inikan hanya soda rasa strawberry!”, aku tertawa.
“Sudahlah~”, Uzik tersenyum malu.
Ku angkat kaleng soda milikku.
“Cheers!”.
Kami meneguknya secara bersamaan.
Lampu cash tiba-tiba saja mati.
Kehabisan energi!!. Lalu, apa yang akan kita lakukan setelah ini....?.
Jawabannya.. menunggu lampu menyala kembali~.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar